Laksamana Malahayati, Pahlawan Wanita Dari Aceh

    


     Namanya mungkin tak setenar Cut Nyak Dien, tapi tokoh wanita asal Aceh ini juga memiliki ikon yang sangat mencengangkan. Ya, dia adalah Laksamana Malahayati. Beliau tercatat sebagai wanita pertama Indonesia yang pernah jadi pemimpin korps kelautan. Kiprah terbaiknya adalah berhasil membuat Portugis dan Belanda tidak berkutik karena keberaniannya.

    Tak hanya pernah menjadi perwira tinggi kapal perang, Malahayati juga punya pasukan sendiri yang terdiri dari kaum janda dan para gadis. Bersama para pasukan wanita, sosok pejuang ini semakin ditakuti. Pamor seorang Malahayati begitu mentereng kala itu. Orang-orang barat sampai-sampai menyamakannya dengan deretan tokoh wanita kelas dunia.

    Keumalahayati lahir pada akhir abad 15 masehi. Ia keturunan dari bangsawan Aceh. Jika dilihat dari silsilah, Kemalahayati termasuk berdarah biru. Ia keluarga asli dari kerajaan Aceh Darussalam. Ayahnya merupakan seorang Laksamana, demikian pula dengan kakeknya. Mengikuti jejak dua orang laki-laki terdekatnya, Malahayati pun akhirnya menempuh pendidikan militer untuk memperdalam ilmu kelautan di Baital Makdis. Dalam pelatihannya, Malahayati menjadi sosok yang benar-benar luar biasa. Tak hanya itu, di sana pun ia bertemu dengan calon suami yang juga seorang perwira kapal perang.

    Setelah lulus dari akademi, Malahayati pun menikah dengan pujaan hatinya. Tidak diketahui dengan pasti identitas suaminya itu, namun yang jelas ia juga merupakan seorang pahlawan perang. Diketahui, pasangan Malahayati telah melakoni banyak perang, termasuk salah satunya adalah ketika melawan Portugis di Teluk Haru. Ketika itu pasukan armada Aceh berhasil membuat Portugis menangis.

    Namun, pertempuran tersebut juga memakan banyak korban dari pihak Aceh sendiri. Setidaknya, ada sekitar seribu tentara tanah Rencong yang gugur dalam pertempuran tersebut. Lebih disayangkan lagi dalam pertempuran ini pasangan Malahayati juga jadi salah satu korbannya. Sepeninggal suaminya, Malahayati tak terjebak dalam derita. Ia tetap melanjutkan hidup dengan membentuk armada yang terdiri dari para janda yang tewas dalam pertempuran melawan Portugis. Dalam armada tersebut, rupanya bukan hanya janda yang tertarik bergabung. Para gadis-gadis muda juga turut ambil bagian. Armada tersebut pun dikenal dengan nama “Inong Balee” atau berarti perempuan janda. Pangkalannya terletak di Teluk Lamreh Krueng Raya. Mereka memiliki 100 kapal dengan kapasitas 400-500 orang. Masing-masing kapal juga sudah dilengkapi dengan meriam.

       Suatu hari, dua kapal dagang Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Frederick datang mengunjungi Aceh pada bulan Juni 1599. Awalnya, kedatangan tersebut disambut baik oleh Sultan. Namun, setelahnya justru terjadi terjadi. Konflik timbul hingga akhirnya peperangan melawan Belanda pun terjadi pada September 1599. Saat itu, Malahayati berhasil menghabisi nyawa Cornelis de Houtman. Setelah peperangan tersebut, hubungan antara Aceh dan Belanda pun tegang. Prins Maurits, seorang pemimpin Belanda berusaha memperbaiki hubungan tersebut. Malahayati yang juga merupakan diplomat yang dikirim untuk melakukan perundingan. Atas keberaniannya, Malahayati pun mendapat gelar Laksamana hingga kini, namanya pun diabadikan sebagai salah satu kapal perang Republik Indonesia. Ketika masyarakat kekinian sibuk bicara soal emansipasi, Malahayati sejak dulu sudah mendobrak pakem-pakem ala wanita. Ya, alih-alih menerima nasib dengan menghabiskan hidup di kasur, dapur, dan sumur, Malahayati maju dan memimpin di baris depan medan perang.

        

    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANDEMI BELUM KELAR, MASYARAKAT MULAI ACUH

Materi PPKn Kelas VIII Bab 4. Kebangkitan Nasional 1908 Dalam Perjuangan Kemerdekaan - Sub Bab C

Materi PPKn Kelas VII Bab 4. Keberagaman Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika - Sub Bab B